Proyek Rehabilitasi SDN Sidodadi Abaikan K3, Pekerja Cor Manual Tanpa Alat Bantu – Berpotensi Langgar SOP Konstruksi
Radarportaljatim.site
Sidoarjo, 17 Oktober 2025 – Proyek rehabilitasi bangunan SDN Sidodadi, Desa Sidodadi, Kecamatan Candi, Sidoarjo, menuai sorotan tajam dari awak media dan masyarakat. Dua jurnalis dari Radar CNN dan Memo Terkini mendapati pekerjaan proyek dilakukan tanpa penerapan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), meskipun proyek tersebut merupakan bagian dari program bantuan langsung Kementerian.
Pantauan langsung di lapangan pada Kamis (16/10), menunjukkan beberapa pekerja tengah mencampur adukan semen dan pasir secara manual tanpa bantuan mesin molen. Pekerjaan dilakukan hanya dengan cangkul dan sekop, tanpa alat pelindung diri (APD) seperti helm, sepatu boot, sarung tangan, atau rompi proyek yang seharusnya wajib digunakan dalam proyek konstruksi, terlebih proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
> “Kami hanya disuruh kerja begini saja, molen tidak ada,” ujar salah satu pekerja saat dikonfirmasi, sambil menunjuk campuran semen yang diinjak-injak untuk meratakan adukan sebelum dituangkan ke dalam bekisting.
Ironisnya, saat awak media mencoba mencari klarifikasi ke pihak sekolah, Kepala Sekolah SDN Sidodadi tidak berada di tempat. Namun, keesokan harinya, Jumat (17/10), pihak sekolah memberikan keterangan bahwa K3 “ada tetapi tidak digunakan”.
> “K3-nya sebenarnya ada, cuma memang belum kami gunakan. Untuk pekerjaan cor ringan, molen dianggap belum diperlukan. Selain itu, proyek ini bantuan langsung dari kementerian, bukan dari dinas pendidikan kabupaten sidoarjo,” ungkap Kepala Sekolah SDN Sidodadi kepada media.
Namun, pernyataan tersebut tidak menghapus fakta bahwa kelalaian dalam menerapkan K3 pada proyek konstruksi adalah pelanggaran hukum, bahkan dapat membahayakan keselamatan pekerja dan kualitas bangunan.
Aspek Hukum dan Sanksi: Potensi Pelanggaran Undang-Undang
Dalam kasus ini, proyek rehabilitasi SDN Sidodadi berpotensi melanggar sejumlah ketentuan hukum, di antaranya:
1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Pasal 3 Ayat (1):
Pengurus wajib mengusahakan keselamatan kerja bagi pekerja dalam menjalankan tugas.
Pasal 14:
Setiap tempat kerja wajib memiliki rambu K3 dan pengurus wajib memberi alat pelindung diri kepada pekerja.
Sanksi (Pasal 15 dan Pasal 22):
Pengabaian terhadap pasal ini dapat dikenakan pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda maksimal Rp100.000 (dapat diperkuat melalui peraturan turunan modern atau UU terbaru terkait).
2. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 86 Ayat (1):
Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.
Pasal 190 Ayat (1):
Pengusaha yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut dapat dikenai sanksi administratif, bahkan pidana.
Sanksi (Pasal 190 Ayat (2)):
Pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun, atau denda antara Rp100 juta – Rp400 juta.
3. Permen PUPR No. 10/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
Proyek konstruksi wajib memenuhi aspek K3 dan memiliki pengawas K3 tersertifikasi. Tidak adanya konsultan pengawas atau pelaksana yang melakukan teguran dalam proyek ini juga merupakan bentuk kelalaian struktural.
Tanggung Jawab Pemerintah & Pihak Terkait
Mengingat proyek ini adalah bagian dari program Kementerian, pertanggungjawaban tetap melekat pada panitia pembangunan satuan pendidikan (P2S) dan pelaksana lapangan. Tidak adanya keterangan resmi dari CV atau PT pelaksana proyek di papan informasi proyek juga mengindikasikan potensi pelanggaran atas transparansi anggaran publik.
Inspektorat Daerah dan Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo diminta segera turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap pelaksanaan proyek ini, termasuk mengevaluasi kualitas pekerjaan serta kelengkapan dokumen teknis dan administrasi proyek.
Pekerjaan konstruksi tanpa penerapan K3 bukan hanya membahayakan nyawa pekerja, tetapi juga berdampak pada kualitas bangunan yang bisa berisiko roboh atau rusak dini. Proyek-proyek yang didanai oleh uang rakyat sudah semestinya menjadi contoh pelaksanaan terbaik, bukan cermin kelalaian atau asal-asalan. Penegakan hukum dan pengawasan ketat harus dilakukan agar praktik serupa tidak terus terulang.
> “Proyek boleh sederhana, tapi keselamatan dan kualitas adalah harga mati,” –
(Red/Dika, )


Post a Comment