Suku Baduy: Menjaga Tradisi Leluhur di Tengah Derasnya Arus Modernisasi
BANTEN –RADARPORTALJATIM.SITE Masyarakat Suku Baduy, yang mendiami pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, menjadi salah satu potret nyata keteguhan dalam mempertahankan tradisi dan identitas budaya. Hingga hari ini, komunitas ini masih konsisten menolak modernisasi demi menjaga warisan leluhur.
Dalam kunjungan yang dilakukan pada Minggu (10/08/2025), tim MRAW menyusuri jalur menuju wilayah Baduy, yang dimulai dari Terminal Ciboleger—titik terakhir yang dapat diakses kendaraan bermotor. Dari sini, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak, jembatan bambu, dan hutan yang asri, memberikan pengalaman langsung akan kehidupan yang menyatu dengan alam.
Dua Dunia dalam Satu Suku: Baduy Luar dan Baduy Dalam
Suku Baduy terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Baduy Luar (Kanekes Luar) dan Baduy Dalam (Kanekes Dalam), yang memiliki perbedaan mencolok dalam gaya hidup dan aturan adat.
Baduy Luar
Masyarakat Baduy Luar tinggal di desa-desa yang mengelilingi wilayah Baduy Dalam. Mereka masih memegang teguh adat istiadat, namun lebih terbuka terhadap pengaruh luar. Ciri khas mereka adalah pakaian berwarna biru atau hitam, serta ikat kepala biru. Mereka sudah menggunakan beberapa alat modern seperti pisau dan golok, serta diperbolehkan berinteraksi dan menjual hasil kerajinan seperti kain tenun dan tas rajut kepada pengunjung.
Meski begitu, mereka tetap mematuhi aturan adat seperti tidak menggunakan alas kaki dan tidak naik kendaraan bermotor, termasuk sepeda motor. Hal ini sesuai dengan "pikukuh" atau hukum adat yang melarang penggunaan alat-alat modern yang dianggap bisa merusak tatanan hidup dan lingkungan mereka.
Baduy Dalam
Setelah menempuh perjalanan lebih jauh dari Baduy Luar, pengunjung akan tiba di wilayah Baduy Dalam, yang mencakup tiga desa utama: Cibeo, Cikertawana, dan Cikesik. Masyarakat di sini lebih tertutup dan sangat ketat dalam menjalankan aturan adat.
Ciri khas mereka adalah pakaian serba putih dan ikat kepala putih, simbol kesucian dan kesederhanaan. Mereka hidup tanpa listrik, tanpa sabun dan sampo, tidak bersekolah formal, tidak menggunakan kendaraan, dan menjalankan kehidupan mandiri dengan bertani serta menenun.
Larangan Kendaraan Bermotor: Wujud Harmoni dengan Alam
Di seluruh wilayah Baduy, baik Luar maupun Dalam, kendaraan bermotor dilarang keras masuk. Larangan ini bukan hanya simbol penolakan modernisasi, tetapi bagian dari filosofi hidup untuk:
Menjaga kelestarian alam dari polusi dan kebisingan.
Mempertahankan kesederhanaan dan ritme hidup yang selaras dengan alam.
Melindungi budaya dari pengaruh luar yang berlebihan.
Lebih dari Sekadar Wisata: Pelajaran Hidup dari Baduy
Mengunjungi komunitas Suku Baduy bukan hanya perjalanan wisata biasa. Ini adalah refleksi budaya, pelajaran tentang kearifan lokal, dan bagaimana sebuah masyarakat bisa bertahan dengan cara hidup yang sederhana namun kaya makna.
Di tengah gempuran globalisasi, masyarakat Baduy membuktikan bahwa masih ada ruang bagi nilai-nilai lama yang dihormati dan dijalankan dengan sepenuh hati. Mereka tidak hanya hidup—mereka menjaga warisan.
(Red)
Editor yaya


Post a Comment