Program Makan Bergizi di Sumenep Dikeluhkan Siswa, Diduga Tidak Penuhi Standar Gizi Seimbang
Sumenep,26/10/2025 Jawa Timur — Program Makan Bergizi (MBG) yang dijalankan di wilayah Jalan KH. Mansyur, Pangarangan, Kabupaten Sumenep menuai keluhan dari sejumlah siswa dan masyarakat penerima manfaat. Program yang semestinya bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan siswa ini dinilai belum berjalan optimal dan belum memenuhi standar gizi seimbang sebagaimana yang diharapkan.
Dari hasil pantauan dan laporan warga, menu yang disajikan dalam program MBG dinilai tidak proporsional dengan anggaran yang dialokasikan. Menurut informasi yang beredar, program tersebut memiliki jatah anggaran sekitar Rp10.000 per porsi. Namun, menu yang diterima siswa di lapangan dinilai tidak sebanding dengan nilai tersebut.
Dalam dokumentasi yang diterima redaksi, menu MBG yang dibagikan kepada siswa hanya berisi nasi dalam porsi kecil, sepotong tempe atau telur, sedikit sayuran, dan tiga butir anggur merah. Beberapa siswa bahkan menyebutkan bahwa lauk dan sayuran sering kali diulang tanpa variasi, sementara porsi nasi tampak sangat minim.
Salah seorang siswa penerima program mengatakan, makanan yang diterima sering kali tidak cukup untuk menunjang aktivitas belajar mereka di sekolah.
“Kadang nasinya sedikit, lauknya kecil sekali. Katanya ini program bergizi, tapi rasanya seperti makan biasa saja, bahkan kurang,” ungkap salah satu siswa yang enggan disebut namanya.
Keluhan serupa juga datang dari sejumlah orang tua murid dan warga sekitar yang menilai bahwa kualitas dan kandungan gizi menu tidak sepadan dengan besaran dana yang telah dialokasikan. Mereka khawatir bahwa program yang seharusnya bermanfaat bagi peningkatan kesehatan siswa justru tidak mencapai tujuannya.
Menanggapi hal ini, sejumlah pemerhati kebijakan publik dan aktivis sosial di Sumenep mendorong agar pemerintah daerah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG, khususnya dalam hal transparansi anggaran dan pengawasan mutu makanan.
“Jika anggaran per porsi mencapai Rp10.000, maka seharusnya menu yang diberikan mampu memenuhi kebutuhan gizi dasar anak sekolah. Pemerintah perlu turun langsung meninjau proses distribusi dan pengadaan bahan makanannya,” ujar salah satu aktivis pemerhati pendidikan di Sumenep.
Program MBG diketahui merupakan bagian dari upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan gizi dan kesehatan masyarakat, khususnya di kalangan pelajar. Namun, kurangnya pengawasan di lapangan dan potensi ketidaksesuaian anggaran dengan kualitas makanan menimbulkan pertanyaan publik mengenai efektivitas program tersebut.
Masyarakat berharap agar Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep segera melakukan audit dan evaluasi transparan, serta memastikan bahwa seluruh pelaksana program benar-benar menerapkan prinsip akuntabilitas dan keseimbangan gizi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Kami tidak ingin program baik seperti MBG ini dicederai oleh pelaksanaan yang tidak sesuai. Anak-anak berhak mendapatkan makanan bergizi, bukan sekadar formalitas anggaran,” pungkas salah satu warga.
(Red/team)

Post a Comment