Ketua GWI DPD Banten Kecam Kekerasan terhadap Jurnalis: Arogansi Kekuasaan dan Gagalnya Penegakan Hukum!
Serang, 22 Agustus 2025 – Dunia pers kembali tercoreng dengan adanya dugaan tindakan kekerasan terhadap sejumlah jurnalis yang tengah menjalankan tugas jurnalistik di Kampung Cemplang, Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Insiden terjadi saat para jurnalis meliput penyegelan pabrik milik PT Genesis Regeneration Smelting (GRS) oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada Kamis (21/8/2025).
Para jurnalis yang hadir untuk mengabarkan proses penyegelan justru mendapat perlakuan tidak manusiawi dari oknum petugas keamanan pabrik. Beberapa di antaranya mengalami luka-luka dan harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Syamsul Bahri: Kekerasan Ini Adalah Pukulan Bagi Demokrasi
Menanggapi insiden tersebut, Ketua DPD Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Banten, Syamsul Bahri, mengutuk keras tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum keamanan.
> “Kami mendesak Polres Serang dan Polda Banten agar segera menangkap pelaku kekerasan terhadap rekan-rekan jurnalis. Ini bukan hanya penganiayaan fisik, tapi serangan langsung terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi,” tegas Syamsul dalam pernyataan resminya, Jumat (22/8/2025).
Syamsul menyebut kejadian ini mencerminkan rapuhnya perlindungan hukum bagi insan pers di Indonesia serta kuatnya arogansi kekuasaan yang mencoba membungkam kebebasan informasi melalui tindakan kekerasan.
Dilindungi UU, Tapi Masih Jadi Korban
Syamsul mengingatkan bahwa pekerjaan jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya:
Pasal 4 Ayat (2): "Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran."
Pasal 18 Ayat (1): “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas jurnalistik dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).”
Namun kenyataannya, kekerasan terhadap jurnalis masih terus terjadi. Hal ini menunjukkan lemahnya penegakan hukum dan belum adanya keberpihakan nyata dari aparat terhadap perlindungan profesi jurnalis.
Arogansi dan Upaya Membungkam Kebenaran
Syamsul menilai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum keamanan PT GRS adalah bentuk arogansi kekuasaan yang merasa terganggu oleh peliputan media.
> “Ini bukan sekadar pemukulan. Ini adalah usaha sistematis membungkam informasi dan membatasi hak publik untuk tahu. Ketika jurnalis diserang saat meliput isu lingkungan hidup, yang menjadi korban bukan hanya mereka secara fisik, tapi juga masyarakat secara luas,” ujar Syamsul.
Ia menambahkan bahwa kejadian ini harus menjadi alarm keras bagi pemerintah dan aparat hukum untuk mempertegas sikap dalam melindungi demokrasi.
Desakan: Usut Tuntas, Tegakkan Hukum
GWI DPD Banten meminta agar kasus ini tidak dibiarkan berlalu tanpa kejelasan hukum. Mereka mendesak agar pelaku diusut dan dijerat hukum tanpa pandang bulu. Aparat diminta untuk bertindak profesional dan transparan.
> “Jika aparat tidak segera bertindak, ini akan mengirim pesan yang sangat berbahaya: bahwa kekerasan terhadap pers adalah hal yang bisa ditoleransi,” tandasnya.
Solidaritas dan Perlawanan terhadap Kekerasan Pers
Syamsul juga menyerukan solidaritas dari seluruh insan pers di Indonesia untuk bersama-sama melawan segala bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis.
> “Kami menyerukan seluruh rekan-rekan jurnalis untuk bersatu, bersolidaritas, dan melawan. Ini bukan hanya soal satu atau dua orang yang terluka, tapi soal masa depan kebebasan pers di negeri ini,” tutupnya.
Redaksi Tim


Post a Comment